Update . 11 April 2025

Black Box Testing : Pengertian, Teknik, dan Perbedaannya dengan White Box Testing

Pengujian perangkat lunak menjadi bagian penting dalam proses pengembangan aplikasi yang andal dan berkualitas. Di antara berbagai metode pengujian yang tersedia, Black Box Testing adalah salah satu teknik yang paling umum dan efektif digunakan, terutama untuk menguji fungsionalitas aplikasi dari sudut pandang pengguna.

Tanpa perlu mengetahui bagaimana kode ditulis di balik layar, pengujian ini fokus pada input dan output dari sistem yang diuji. Dengan demikian, Black Box Testing menjadi strategi pengujian yang krusial dalam menjamin software bekerja sesuai dengan kebutuhan pengguna akhir. Artikel ini akan mengulas secara menyeluruh konsep, jenis, kelebihan, kekurangan, serta teknik-teknik penting dalam Black Box Testing.

Pengertian Black Box Testing

Black Box Testing adalah metode pengujian perangkat lunak yang berfokus pada validasi fungsi-fungsi software tanpa mengetahui struktur internal atau kode program. Dalam pendekatan ini, penguji tidak memerlukan akses ke kode sumber.

Pengujian dilakukan dengan cara memberikan input dan kemudian mengevaluasi output yang dihasilkan, apakah sesuai dengan ekspektasi atau tidak.

Hal ini di karenakan tidak melibatkan detail teknis internal, metode ini disebut "black box" atau kotak hitam—penguji hanya melihat dari luar, tanpa tahu apa yang terjadi di dalam sistem. Pendekatan ini umum digunakan dalam pengujian sistem, pengujian penerimaan pengguna (user acceptance testing), dan pengujian fungsional secara keseluruhan.

Tes Fungsional

Tes fungsional dalam Black Box Testing bertujuan memastikan setiap fitur atau fungsi dari perangkat lunak bekerja sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi yang telah ditentukan. Penguji akan memeriksa apakah sistem memberikan respons yang tepat terhadap setiap input pengguna.

Tes ini mencakup validasi formulir, login, navigasi menu, serta fitur utama lainnya dalam aplikasi. Kelebihan dari tes ini adalah kemampuannya mendeteksi kesalahan fungsi yang terlihat pengguna secara langsung. Tes fungsional menjadi pondasi dalam menjamin kualitas user experience.

Tes Non-Fungsional

Berbeda dengan tes fungsional, pengujian non-fungsional menilai aspek yang tidak berkaitan langsung dengan fungsi utama, seperti performa, keandalan, keamanan, kompatibilitas, dan kegunaan (usability).

Dalam konteks Black Box Testing, penguji dapat melakukan uji beban (load testing), uji stres, dan uji keamanan untuk menilai seberapa baik sistem bekerja di bawah kondisi tertentu. Pengujian non-fungsional sangat penting untuk mengidentifikasi batas performa sistem dan memastikan pengalaman pengguna tetap optimal dalam berbagai situasi.

Tes Regresi

Tes regresi adalah pengujian ulang terhadap sistem setelah dilakukan perubahan, baik dalam bentuk pembaruan fitur, perbaikan bug, atau penyesuaian lain.

Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa perubahan tersebut tidak merusak fungsi lain yang sebelumnya berjalan normal. Dalam Black Box Testing, tes regresi sangat penting untuk menjamin stabilitas software dalam jangka panjang. Pengujian dilakukan dengan skenario yang telah digunakan sebelumnya dan dievaluasi hasilnya secara menyeluruh terhadap output yang diharapkan.

Kelebihan Black Box Testing

Salah satu keunggulan utama dari Black Box Testing adalah kemampuannya untuk dilakukan oleh penguji non-teknis. Karena tidak memerlukan pengetahuan tentang struktur kode, metode ini bisa dilakukan oleh tim QA, pengguna akhir, atau bahkan stakeholder.

Selain itu, pengujian ini sangat efektif dalam mendeteksi kesalahan yang berkaitan dengan fungsi sistem, antarmuka pengguna, dan kesesuaian dengan spesifikasi awal. Metode ini juga memungkinkan pendekatan objektif karena penguji hanya fokus pada hasil, bukan bagaimana sistem dibangun.

pengertian black box testing

Kekurangan Black Box Testing

Meski memiliki banyak kelebihan, Black Box Testing juga memiliki sejumlah keterbatasan. Salah satunya adalah ketidakmampuan mendeteksi kesalahan tersembunyi dalam logika internal program atau arsitektur sistem.

Pengujian ini juga dapat menjadi tidak efisien bila jumlah input dan skenario terlalu banyak, karena semuanya harus diuji tanpa bantuan pengetahuan teknis. Selain itu, Black Box Testing cenderung tidak mencakup semua jalur kode, yang bisa menyebabkan sebagian bug tidak terdeteksi.

Perbedaan Black Box dan White Box Testing

Perbedaan mendasar antara Black Box dan White Box Testing terletak pada sudut pandang pengujian. Dalam Black Box, penguji tidak mengetahui detail kode program dan hanya menguji berdasarkan input dan output.

Sementara itu, White Box Testing melibatkan pengujian dari dalam sistem, memeriksa jalur logika, alur kontrol, dan struktur data dalam kode. Black Box fokus pada "apa" yang dilakukan sistem, sedangkan White Box fokus pada "bagaimana" sistem melakukannya. Keduanya saling melengkapi untuk menjamin kualitas software secara menyeluruh.

Cara Kerja Black Box Testing

Berikut adalah cara kerja black box testing, simak sebagai berikut.

Memahami Spesifikasi Software yang Diuji

Langkah awal dalam Black Box Testing adalah memahami spesifikasi sistem atau dokumen kebutuhan pengguna. Penguji harus mengetahui dengan jelas apa saja yang diharapkan dari software. 

Bagaimana seharusnya sistem merespons setiap input, dan skenario pengguna yang mungkin terjadi. Dokumentasi seperti requirement specification atau user stories menjadi acuan utama dalam tahapan ini.

Menentukan Input Software yang Diuji

Penguji harus merancang berbagai variasi input yang mungkin dimasukkan oleh pengguna, baik input valid maupun tidak valid. Penentuan input dilakukan untuk mengukur respons sistem dalam berbagai kondisi.

Input bisa berupa data numerik, string, formulir, klik, atau aksi lain yang berinteraksi dengan aplikasi.

Menentukan Output Software yang Diuji

Setiap input harus memiliki output yang diharapkan, dan penguji bertugas mencocokkan hasil aktual sistem dengan ekspektasi tersebut. Jika terjadi penyimpangan, maka dianggap sebagai bug. Penentuan output juga harus mempertimbangkan skenario batas (boundary condition) dan kondisi ekstrim.

Melakukan Seleksi terhadap Input

Dari banyaknya kemungkinan input, penguji harus memilih beberapa yang paling representatif. Seleksi dilakukan untuk mengurangi beban pengujian tanpa mengorbankan efektivitasnya. Teknik seperti equivalence partitioning atau boundary value analysis sering digunakan untuk memilih input yang optimal.

Melakukan Proses Pengujian pada Software

Penguji mulai menjalankan skenario yang telah dirancang, dengan cara memberikan input dan mencatat output. Pengujian dilakukan sesuai urutan logis dan mencakup berbagai kasus—positif, negatif, serta input ekstrem. Hasil pengujian harus didokumentasikan secara sistematis.

Mengevaluasi Hasil Pengujian Software

Setelah pengujian dilakukan, hasilnya dievaluasi dan dibandingkan dengan spesifikasi. Jika ditemukan ketidaksesuaian, penguji akan melaporkan bug ke tim pengembang. Evaluasi juga mencakup apakah semua skenario telah mencakup seluruh fungsi utama dari sistem.

Baca : White Box Testing : Pengertian, Teknik, dan Perbedaannya dengan Black Box Testing

Teknik Black Box Testing

Simak sebagai berikut untuk mengetahui teknik dari black box testing.

All-pair Testing

Teknik ini digunakan untuk menguji semua kemungkinan kombinasi input dua variabel. All-pair testing mengurangi jumlah kasus uji secara signifikan dibandingkan dengan menguji semua kemungkinan kombinasi, namun tetap efektif dalam mendeteksi error akibat interaksi input.

Decision Table

Merupakan pendekatan sistematis untuk mencatat berbagai kondisi input dan aksi yang harus diambil. Decision table cocok digunakan saat logika aplikasi melibatkan banyak aturan dan kombinasi. Teknik ini membantu memastikan semua kombinasi kondisi diuji.

Equivalence Partitioning

Teknik ini membagi data input ke dalam beberapa kelompok (partisi) yang diasumsikan memberikan hasil yang sama. Dengan demikian, hanya satu kasus dari tiap partisi yang diuji. Teknik ini mempercepat proses pengujian dengan tetap menjaga cakupan yang memadai.

Boundary Value

Dalam banyak sistem, kesalahan sering terjadi pada nilai batas (terbesar atau terkecil). Teknik ini secara khusus menguji input di sekitar nilai batas, seperti nilai maksimum, minimum, satu lebih kecil, dan satu lebih besar.

State Transition

Cocok digunakan jika sistem memiliki berbagai status yang berubah berdasarkan aksi pengguna. Teknik ini menguji apakah sistem berpindah status dengan benar sesuai kondisi input yang diberikan, seperti sistem login atau sistem pembayaran.

Cause-Effect

Menghubungkan kondisi input (cause) dengan aksi atau hasil (effect). Diagram cause-effect graph digunakan untuk memetakan relasi logis dan membantu dalam penyusunan kasus uji. Teknik ini efektif dalam sistem kompleks dengan banyak logika keputusan.

Error Guessing

Berdasarkan pengalaman penguji dalam menebak lokasi yang mungkin menimbulkan bug. Tidak ada aturan khusus, namun penguji yang berpengalaman bisa mengidentifikasi area rawan kesalahan hanya dari intuisi atau pengalaman masa lalu.

Use Case

Menggunakan skenario nyata pengguna untuk membangun kasus uji. Pengujian dilakukan berdasarkan alur penggunaan sistem oleh pengguna akhir. Teknik ini sangat bermanfaat untuk menguji fungsi dari perspektif end-user.

Kesimpulan

Di era transformasi digital saat ini, kebutuhan untuk menghadirkan software yang cepat, andal, dan sesuai ekspektasi pengguna semakin tinggi. Perusahaan teknologi, startup, bahkan institusi pemerintahan kini mengandalkan Black Box Testing sebagai bagian dari proses quality assurance.

Pengujian ini mampu mensimulasikan perilaku pengguna secara realistis dan menjadi jembatan komunikasi antara stakeholder bisnis dan tim teknis. Dalam model pengembangan Agile dan DevOps, pengujian ini juga mudah diintegrasikan ke dalam pipeline otomatis, mendukung kecepatan rilis sekaligus menjaga kualitas.

Bagikan artikel ini: