Gelombang PHK 90 Ribu Karyawan Startup dan Teknologi Global Sejak Awal 2025 jadi bukti transformasi AI dan otomatisasi
Pendahuluan
Tahun 2025 menjadi periode yang penuh gejolak bagi industri teknologi. Sejak awal tahun, lebih dari 90 ribu karyawan di startup dan perusahaan teknologi di seluruh dunia harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari angka tersebut, sekitar 1.000 terjadi di Indonesia, dengan kasus ekstrem seperti PHK massal di startup unicorn eFishery. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan tantangan ekonomi dan tekanan bisnis global, tapi juga menandakan perubahan mendalam dalam dinamika tenaga kerja teknologi. Artikel ini mengulas lebih lanjut faktor-faktor utama di balik gelombang PHK ini, serta dampak dan implikasi yang dirasakan oleh industri, tenaga kerja, dan masa depan sektor teknologi.
Faktor-Faktor Penyebab 90 Ribu Karyawan Startup dan Perusahaan Teknologi Di-PHK Sejak Awal 2025
1. Dampak Krisis Ekonomi Global: Bagaimana Gejolak Pasar Dunia Memicu Gelombang PHK Startup dan Teknologi di 2025
Sejak awal tahun 2025, dunia startup dan perusahaan teknologi diguncang gelombang PHK massal yang tidak terlepas dari turbulensi perekonomian global. Berbagai krisis, mulai dari perang tarif antarnegara, tekanan geopolitik, hingga ketidakstabilan nilai tukar, menciptakan ketidakpastian di pasar modal dan ekosistem bisnis digital secara luas. Kondisi ini memaksa perusahaan teknologi, baik raksasa global maupun startup, untuk melakukan penghematan radikal demi bertahan di tengah biaya modal yang naik pesat akibat suku bunga tinggi.
Perusahaan seperti eFishery di Indonesia dan beberapa korporasi teknologi Amerika Serikat menjadi contoh nyata bagaimana tekanan ekonomi makro memaksa restrukturisasi organisasi secara besar-besaran. Data terbaru menunjukkan bahwa rata-rata 646 karyawan startup dan perusahaan teknologi di seluruh dunia kehilangan pekerjaannya setiap hari sepanjang semester pertama 2025. Tak hanya angka global, Indonesia sendiri mencatat lonjakan PHK sebesar 32,19% dalam periode ini, dengan lebih dari 42 ribu pekerja dari berbagai sektor harus melepas pekerjaannya.
Beban terbesar terasa pada perusahaan berorientasi ekspor. Kenaikan tarif impor, seperti tarif 19% dari Amerika Serikat terhadap produk tertentu, menjadikan biaya logistik dan distribusi semakin memberatkan. Akibatnya, startup yang mengandalkan pasar internasional cenderung mengurangi jumlah karyawan demi mempertahankan arus kas. Dalam situasi ini, otomatisasi dan adopsi kecerdasan buatan memang mempercepat efisiensi operasional perusahaan, namun tindakan PHK lebih didorong oleh kebutuhan efisiensi biaya ketimbang sekadar adopsi teknologi baru. Diskusi tentang penerapan AI dalam proses bisnis bisa ditemukan di memanfaatkan AI untuk bisnis.
Lonjakan PHK di sektor ini telah menekan daya beli masyarakat, memperlemah konsumsi rumah tangga, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Di Indonesia, gelombang PHK tidak hanya berdampak pada pekerja perusahaan teknologi, tetapi juga merembet ke sektor UMKM dan informal yang selama ini banyak ditopang oleh konsumsi kelas menengah digital savvy. Jika tren tekanan global dan restrukturisasi masif perusahaan digital terus berlanjut hingga akhir tahun, resiko melemahnya kesehatan ekonomi nasional akan semakin nyata. Fakta dan data lengkap mengenai tren PHK ini dapat ditemukan di katadata.co.id.
2. Gelombang Transformasi Teknologi dan Otomatisasi: Menguak Akar PHK Massal 90 Ribu Karyawan Startup dan Teknologi pada 2025
Di awal 2025, dunia startup dan teknologi diguncang oleh gelombang PHK massal yang tak terelakkan. Di balik angka fantastis—lebih dari 90 ribu karyawan kehilangan pekerjaan secara global, sekitar 1.000 di antaranya di Indonesia—terdapat fenomena besar yang disebut transformasi teknologi dan otomatisasi. Pergeseran ini bukan hanya mempercepat evolusi bisnis, tetapi juga mengubah peta kebutuhan tenaga kerja secara radikal.
Tekanan keuangan yang kian membesar, dipicu ketidakpastian global serta perang tarif, memaksa perusahaan mencari efisiensi semaksimal mungkin. Namun, kunci utama percepatan restrukturisasi justru berasal dari kemajuan pesat dalam otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI). Otomatisasi proses bisnis, deployment AI-based systems, hingga penggunaan ekosistem cloud computing, seperti yang dijelaskan dalam revolusi automasi dengan n8n, memudahkan perusahaan memangkas biaya dengan meminimalkan kebutuhan tenaga kerja tradisional. Pekerjaan yang sebelumnya bergantung pada manusia kini diambil alih algoritma dan perangkat lunak otomatis, menciptakan gelombang PHK di lini-lini yang dianggap tidak lagi relevan.
Krisis ini menimpa hampir seluruh segmen industri teknologi, dari unicorn global hingga perusahaan rintisan dalam negeri. Di Indonesia, lonjakan PHK mencapai 32,19% pada semester pertama 2025 dibanding periode sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini tak sekadar dipicu digitalisasi, tapi juga akibat kebijakan tarif impor tinggi dari negara-negara besar, menambah tekanan pada sektor ekspor digital dan hardware.
Fenomena PHK besar-besaran juga membuka realitas baru: dunia tenaga kerja teknologi kini dihadapkan pada pergeseran kebutuhan kompetensi. Banyak posisi yang hilang, namun sekaligus tercipta peluang di ruang baru, terutama pada pengembangan AI, manajemen data, hingga infrastruktur cloud. Pergeseran ini menciptakan jurang keterampilan, memperbesar tantangan bagi pekerja yang tak sempat beradaptasi dengan transformasi digital yang serba cepat. Dampaknya, tak hanya memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan daya beli masyarakat, tapi juga menekan sektor UMKM dan informal yang saling terkait erat dengan ekosistem digital nasional.
Sebaran dampak PHK massal di 2025 telah menjadi alarm keras bagi pemerintah dan pelaku industri, bahwa inovasi teknologi harus diimbangi upaya kolaboratif mempersiapkan sumber daya manusia menghadapi masa depan pekerjaan yang terus bergeser. Selengkapnya tentang data lonjakan PHK dapat diakses di Lonjakan PHK di Indonesia Semester I 2025 Meningkat 32%.
Dampak dan Implikasi 90 Ribu Karyawan Startup dan Perusahaan Teknologi Di-PHK Sejak Awal 2025
1. Gelombang PHK Startup & Teknologi 2025: Menguak Rantai Dampak Sosial Ekonomi ke Masyarakat dan Negara
Tahun 2025 menandai babak baru dalam sektor teknologi, di mana gelombang PHK massal yang melanda lebih dari 90 ribu karyawan startup dan perusahaan teknologi membawa imbas sosial ekonomi yang jauh lebih luas daripada sekadar angka statistik. Gelombang ini tidak hanya menambah daftar pengangguran, tetapi juga mulai merambatkan efek domino pada struktur ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan pengangguran menjadi realita pahit, terutama di Indonesia yang mengalami lonjakan tingkat pengangguran dari 4,8% pada tahun sebelumnya menuju 5,5% di awal 2025. Data BPS menunjukkan jumlah pengangguran terbuka membengkak jadi 7,28 juta orang pada Februari 2025. Dua kelompok paling terpukul adalah pekerja berusia matang dan lulusan dengan pendidikan menengah ke bawah yang sulit bersaing di pasar kerja digital baru. Kondisi ini memperlebar jurang kesenjangan sosial karena kelompok rentan ini menghadapi tantangan besar dalam melakukan reskilling, sementara sebagian pekerjaan baru beralih ke sektor yang membutuhkan keahlian cloud dan AI, sebagaimana didiskusikan dalam memanfaatkan AI untuk bisnis.
Tekanan tak berhenti pada peningkatan pengangguran. Banyak keluarga kehilangan sumber pendapatan utama, sehingga daya beli masyarakat pun anjlok. Pada 2025, indeks kepercayaan konsumen mengalami rekor penurunan hingga ke angka 85,3, yang menandai perubahan psikologis masyarakat: menjadi lebih waspada saat berbelanja dan menunda kebutuhan non-pokok. Perlambatan konsumsi rumah tangga tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang hanya di kisaran 4,87% di kuartal pertama, memperlambat roda ekonomi nasional.
Dampak lanjutan berupa meningkatnya angka kemiskinan dan ketimpangan sosial kian terasa. Proyeksi menunjukkan kenaikan angka kemiskinan hingga 1%. Ketimpangan pun semakin tajam, terutama karena saringan tenaga kerja semakin sulit ditembus tanpa keahlian relevan dan akses pelatihan. Sementara sektor manufaktur dan ekspor juga terseret melemah akibat permintaan domestik turun, investor global pun turut meragukan stabilitas ketenagakerjaan di dalam negeri. PHK besar-besaran di startup ternama seperti eFishery menjadi gambaran nyata rapuhnya fondasi ekosistem digital lokal.
Kondisi ini turut memicu potensi gejolak sosial, dari ketidakpuasan publik terhadap penanganan PHK, hingga risiko meningkatnya aksi protes. Pemerintah dituntut mengambil langkah proaktif, mulai dari penguatan skema jaminan sosial sampai program pelatihan ulang agar transisi tenaga kerja berjalan lebih manusiawi. Sementara itu, paradoks justru muncul pada penerimaan pajak yang tetap diproyeksikan naik meski tekanan sosial ekonomi begitu besar, memperlihatkan disparitas antara laporan fiskal dan realitas keseharian masyarakat.
Baca lebih lanjut tentang dinamika ini di RM.id: Tingginya Gelombang PHK di Indonesia, Penyebab, Dampak, dan Solusinya.
2. Evolusi Tren Perekrutan Teknologi setelah Badai PHK Massal 2025: Dari Krisis ke Adaptasi Kompetensi
Gelombang PHK terhadap 90 ribu karyawan startup dan perusahaan teknologi sejak awal 2025 telah memunculkan perubahan signifikan dalam peta perekrutan sektor teknologi, baik secara global maupun di Indonesia. Efek domino dari pemecatan massal ini tidak hanya membuka luka pada dunia kerja, tetapi juga mendesak perusahaan dan tenaga kerja untuk menyesuaikan diri dengan lanskap industri yang terus berevolusi.
Dengan rata-rata 646 pekerja kehilangan pekerjaan setiap hari, industri teknologi kini berada dalam tekanan, dan peluang kerja yang dulu terbuka lebar kini semakin mengecil, terutama bagi posisi yang mudah tersubstitusi otomatisasi atau kecerdasan buatan. Fenomena ini menuntut pergeseran bukan hanya dari sisi perusahaan, melainkan juga pada tenaga kerja yang harus berhasil menavigasi perubahan. Bagi perusahaan, penekanan efisiensi anggaran, restrukturisasi organisasi, dan adopsi teknologi baru menjadi pendorong utama dalam strategi rekrutmen. Banyak perusahaan kini lebih selektif dalam mencari talenta dengan kemampuan spesifik—seperti penguasaan cloud computing, pengembangan AI, hingga automasi proses bisnis. Pekerjaan yang bersifat rutin atau administratif cenderung makin tergerus, digantikan oleh sistem atau perangkat lunak cerdas—seperti yang dijelaskan pada artikel tentang revolusi automasi.
Dampaknya, permintaan terhadap talenta dengan keterampilan digital lanjutan seperti data science, keamanan siber, analisis big data, dan pengembangan perangkat lunak semakin tinggi. Namun, tantangan muncul untuk angkatan tenaga kerja usia tua atau dengan tingkat pendidikan rendah yang kesulitan beradaptasi, sehingga memperlebar jurang sosial serta memicu kenaikan angka pengangguran dan kemiskinan. Di Indonesia, kasus seperti PHK massal startup unicorn memaksa ribuan orang mencari pekerjaan baru di tengah pasar yang belum pulih total pascapandemi. Program pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan yang digulirkan pemerintah belum cukup masif untuk mencegah memburuknya tekanan akibat PHK.
Di kalangan investor, ketidakpastian mendalam akibat PHK massal turut menahan arus investasi yang seharusnya bisa membuka lapangan kerja baru, memperparah siklus stagnasi tenaga kerja. Jika tren pengurangan tenaga kerja ini berlanjut, maka akan dibutuhkan kebijakan penyesuaian yang efektif, baik dari sisi pelatihan sumber daya manusia, insentif bagi perusahaan teknologi, maupun penyesuaian kurikulum pendidikan agar lebih selaras dengan kebutuhan industri masa depan.
Krisis tenaga kerja akibat PHK massal 2025 menjadi cermin pergeseran prioritas perekrutan—dari sekadar mengisi posisi ke mencari talenta adaptif dan kompeten menghadapi gelombang transformasi digital. Adaptasi, inovasi pendidikan, dan kebijakan yang proaktif akan menentukan arah bangkitnya sektor teknologi di tahun-tahun mendatang. Sumber
Kesimpulan
Gelombang PHK 90 ribu karyawan startup dan perusahaan teknologi sejak awal 2025 menjadi peringatan penting bagi seluruh pelaku industri. Perubahan didorong oleh tantangan ekonomi global, percepatan adopsi AI, dan kebutuhan organisasi untuk lebih efisien. Meski menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian, perubahan ini juga membuka peluang baru di bidang teknologi mutakhir. Adaptasi, inovasi, dan kesiapan menghadapi pergeseran peran menjadi kunci agar dunia usaha tetap bertahan dan berkembang di tengah dinamika yang tak terelakkan.
Apakah bisnis Anda siap menghadapi era otomatisasi dan kecerdasan buatan di tengah tantangan PHK massal? Majapahit Teknologi Nusantara siap menjadi mitra strategis Anda dalam menyederhanakan proses bisnis, memangkas inefisiensi, dan membuka peluang pertumbuhan baru melalui solusi AI dan otomatisasi cerdas. Jadikan transformasi digital sebagai kekuatan kompetitif utama Anda bersama Majapahit.
Tentang Kami
Majapahit Teknologi Nusantara adalah perusahaan konsultan visioner yang mengkhususkan diri pada solusi berbasis kecerdasan buatan (AI). Tim kami membantu bisnis menyederhanakan proses, mengurangi inefisiensi, dan mempercepat transformasi digital. Dengan memanfaatkan kecerdasan buatan mutakhir dan teknologi otomatisasi cerdas, kami menghadirkan strategi yang disesuaikan untuk mendorong inovasi dan membuka peluang pertumbuhan baru. Baik Anda ingin mengotomatisasi tugas rutin maupun mengintegrasikan sistem yang kompleks, Majapahit siap memberikan panduan ahli agar bisnis Anda tetap unggul di lanskap digital yang terus berkembang.
Tren Mingguan
Perkembangan teknologi komunikasi telah membuka peluang [...]
Di zaman yang serba terhubung ini, [...]
Keamanan siber merupakan hal yang sangat [...]
Git adalah salah satu sistem kontrol [...]
Dalam dunia pemrograman, proses transformasi kode [...]
Trafik website adalah salah satu indikator [...]
Dalam era digital ini, internet membuka [...]
Di era digital saat ini, keterampilan [...]